Tuesday, November 29, 2016

Long Distance Pregnancy Relationship




Finally, I'm back..
Rasanya sudah lama sekali tidak menulis di sini. Akhir-akhir ini saya terlalu sibuk menikmati hari-hari kehamilan saya yang semakin luar biasa rasanya. Masuk ke minggu 31 membuat saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk beristirahat dan bekerja. Saya masih bekerja, dan saya merasa selama hamil ini, saya tidak terbebani dalam pekerjaan. Terutama untuk pekerjaan saya di Marketing Communication sebuah perusahaan yang menuntut kita untuk selalu punya stok ide kreatif  dan inovatif yang melimpah ruah. 

Di postingan  saya kali ini, saya sengaja akan membahas tentang kehidupan pernikahan kami yang masih tinggal berjauhan alias Long Distance Marriage atau LDM. Namun dalam kasus ini yang menarik adalah, kami LDM di saat posisi saya mengandung anak pertama. Jadilah namanya, Long Distance Pregnancy Relationship. hehehe.

Wah, dari awal kehamilan hingga sekarang ini, banyak banget ibu-ibu yang berkomentar "Duh, kasihannya lagi hamil tapi jauh-jauhan dengan suami" atau "Pasti nggak enak banget ya, lagi hamil tapi suaminya jauh.." dan sebagainya dan sebagainya.

Saya biasanya hanya menjawab "Wah, nggak jauh kok Surabaya-Banjarnegara. Masih jauhan Jakarta-Kuwait, hehe." atau "Wah masalahnya saya belum pernah hamil sebelumnya, jadi nggak bisa bandingin enak mana hamil dekat suami atau hamil jauh dari suami.." (meskipun terdengar oon banget sih jawaban saya, ya jelas enak deket suami lah) wkwkwk.

Pertanyaan-pertanyaan itu lama-lama bikin saya risih sih. Risih karena helloooo kalian itu sebenernya udah tau jawabannya, tapi masih juga nanya. Seperti ingin mendramatisir suasana gitu loh. hahaha.

Mungkin kalau dipikir-pikir, pasti rasanya beraaatt banget ya, merasakan kehamilan dan berjauhan dengan suami. Apalagi di usia kehamilan tua atau trimester ketiga ini. Namun herannya, saya sama sekali tidak merasa ini menjadi beban dan terasa berat. Mungkin karena perhatian saya tercurah ke pekerjaan dan saya masih tinggal bersama orang tua saya ya. Suami juga selalu siap siaga ketika saya minta hari ini pulang, dia langsung pulang juga. Setiap hari kami video call. Dan suami selalu menghabiskan waktu pulang cukup lama, yaitu biasanya seminggu di Banjarnegara. Sebulan pun bisa dua atau tiga kali pulang.

Mungkin karena alasan-alasan itu saya merasa enjoy dengan Long Distance Pregnancy Relationship ini. Memang sih, di awal sempat iri dengan postingan bumil-bumil sekitar yang selalu menceritakan betapa bahagianya bisa almost 24 jam bersama suami saat sedang hamil. Namun lama-lama saya juga sedih ketika mendengar cerita di forum-forum, ada yang Long Distance Pregnancy Relationship dari Jakarta-Kuwait. Ada yang di Sydney-Inggris. Dan bahkan yang paling miris sama-sama satu rumah, tapi ketemu hanya 1-2 jam di setiap harinya karena keduanya sama-sama pekerja kantoran di ibukota yang kantornya berjauhan.

Saya merasa sangat bersyukur. Banjarnegara-Surabaya. Bisa ditempuh dengan perjalanan 7 jam naik kereta api. Masih lancar signal untuk video call atau telepon. Coba bayangkan aja harus LDPR sudah beda benua gitu. Bisa nggak ketemu-ketemu waktu paling tepat untuk berkomunikasinya.


Buat semua bumil-bumil yang sedang LDPR dengan suaminya, percayalah... kita dipilih oleh Tuhan untuk menjadi bumil paling tangguh di antara bumil-bumil lainnya untuk menjadi seorang calon ibu yang sedang mengandung namun berjauhan dengan sang suami.
Saya percaya, ibu yang tangguh, kehamilan yang tangguh, insya Allah akan menghasilkan anak-anak yang tangguh juga. Amin Ya Allah...

Semangat !