Pernah saya membaca buku "Menikah untuk Bahagia" karangan Bunda Noveldy.
Saya memang suka sekali membaca. Sejak berumur 6 tahun saya sudah memakai kaca mata, karena membaca sambil tiduran menjadi kegiatan favorit saya. Namun, tidak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk membaca buku tentang pernikahan. Terlebih saat itu usia saya baru 21 tahun.
Saya takut akan pernikahan.
Banyak sekali contoh pernikahan gagal di sekeliling saya. Terlebih mereka adalah orang-orang terdekat saya. Saya hidup dengan mengenal "Mama" sebagai ibu sekaligus kepala rumah tangga. Namun di umur saya yang ke-10 tahun, saya mengenal seorang Papa. Papa yang baru, yang hingga saat ini sangat saya sayangi dan saya banggakan karena telah mentransfer banyak ilmu kehidupan untuk diri saya.
Begitu juga dengan saudara-saudara lainnya yang mengalami kegagalan dalam pernikahan. Saya terlalu takut untuk membicarakan pernikahan. Jangankan berbicara, berpikir saja takut. Ketakutan yang berlebihan inilah, yang membuat Allah SWT mengenalkan dan menunjukkan seseorang, yang membuat saya sadar bahwa pernikahan bukanlah momok yang harus ditakuti, melainkan harus dihadapi.
Hingga akhirnya saya memutuskan untuk menikah.
Saya bertemu calon suami pada saat di bangku kuliah. Saya tidak mengenal dia karena dia adalah kakak kelas saya yang terlampau cukup jauh. 5 tahun di atas umur saya. Dia hadir sebagai pembicara di seminar yang diselenggarakan oleh Departemen saya di Himpunan Mahasiswa kala itu. Tidak ada yang spesial dari pertemuan itu. Tidak ada yang spesial setelah pertemuan itu. Hanya sekedar invite BBM yang tidak berujung pada obrolan apapun selama 2 bulan lamanya.
Tepat pada saat liburan saya di Bromo bersama teman-teman SMA, dia menghubungi saya. Hanya sekedar berkomentar tentang display picture saya kala itu di Gunung Bromo. Pembicaraan pun berlanjut hingga permasalahan di himpunan kemahasiswaan dan dia mengajak saya untuk membuat perencanaan mau jadi apa setelah saya lulus nanti.
I'm not good enough at making a plan.
Haha, jadilah saya yang begitu antusias membicarakan tentang impian. Termasuk salah satunya dia mengajak untuk membicarakan mengenai pernikahan. Bahwa hakikat setiap makhluk hidup adalah melestarikan keturunannya. And it means, we have to marry someone.
Saya kembali takut.
Dia tidak berbicara banyak. Dia hanya memberikan kado untuk saya. Sebuah buku. Buku yang mengubah cara pandang saya terhadap pernikahan. Buku yang sebentar lagi akan mengubah kehidupan saya.
Sepertinya saya harus berterima kasih kepada Bunda Noveldy beserta suami yang telah membuat buku yang sangat luar biasa itu.
Singkat cerita, dia menyatakan perasaaannya kepada saya. Saya tahu, bahwa jawaban saya saat itu akan segera mengantar saya ke jenjang pernikahan. Karena saya tahu dia sangat serius dengan hubungan ini. Bahkan kata-kata yang dilontarkan kepada saya pun, merupakan kata-kata yang cukup menohok untuk saya.
"Gak diterima jadi pacar gapapa, yang penting kamu mau menikah sama aku."
#forgodsake. haha.
Singkat cerita, setelah dua bulan saya berpikir, saya menerima dia menjadi teman spesial. Dan 21 bulan kemudian dan 4 bulan setelah saya lulus sarjana, dia resmi melamar saya di depan orang tua dan seluruh keluarga saya.
Acara lamaran kami bukanlah acara lamaran yang megah. Acara lamaran yang sangat sederhana, namun khusyuk akan doa dan restu dari kedua belah pihak keluarga.
Namun saya tetap berpegang pada prinsip, bahwa sebelum menikah saya ingin menghasilkan sesuatu dan berkarya sesuai dengan passion saya. Ada target dan capaian yang harus saya penuhi sebelum saya menikah dan calon suami saya sangat mendukung dan menyetujui hal itu. Saya akan bekerja dan berkarya terlebih dahulu dan pernikahan kami akan digelar di tahun depan, tahun 2016.
Perjalanan menuju pernikahan membuat saya jarang tidur nyenyak.
Banyak hal yang perlu disiapkan. Namun seperti kata Bunda Noveldy, bukan pestanya yang harus dipikirkan, melainkan setelah pestanya bagaimana. Apa yang harus disiapkan dan bagaimana merelakan kehidupan dan waktu kita untuk dibagi dengan orang lain.
Saya tahu, bagi Anda yang sudah menikah dan sangat bahagia dengan pernikahan Anda saat ini, pasti Anda sedang tersenyum-senyum saat membaca tulisan saya saat ini. Mungkin saya masih terlalu cupu. Namun saya punya tekad yang besar untuk bisa menjadi calon istri dan calon ibu yang terbaik untuk keluarga saya nantinya.
Karena saya yakin, Allah menyuruh umatnya untuk berpasang-pasangan, tidak lain dan tidak bukan hanya untuk menjadi hamba-Nya yang lebih baik.
Dan saya yakin, bahwa kami memutuskan menikah untuk bahagia di jalan Allah.
subhanallah :) artikelnya bagus banget mbak nin. semoga dilancarkan semuanya :))))
ReplyDelete